Selasa, 20 Januari 2015

Pertemuan Singkat Dengan Kakek Berinisial D.K.

Hai guys, untuk mengawali postingan mengenai blog "baru" bin "darurat" ini, aku akan mem-post curhatanku yang sempet aku tulis di facebook. Curhatan kali ini tentang unek-unek tentang orang yang sama sekali nggak aku kenal tiba-tiba ngasih wejangan "panas" bak mencuci otak aku yang pas banget kebetulan lagi didera flu. To the point aja deh, cekidot >_<
Pulang ke Kediri naik kereta tiba-tiba ada kakek-kakek duduk disampingku lalu bercerita tentang pengalamannya yang sudah keliling Indonesia. Uhh, merasa kecil diri diri ni bagai kerikil ditendang ke sungai bermuara ke laut nyangkut di kutub dan membatu jadi es. Subhanallah. Terasa terhakimi di gerbong nomer satu, bagaimana tidak, semua penumpang diam, dan kakek itu terus bercerita dengan suaranya yang serak. Percakapan dimulai dari kritik pedas tentang kuliahku. Dari sampai mengapa aku pilih jurusanku sekarang sampek menghina-hina profesi guru. Sekarang orang sukses kadang lupa sama guru. Batinku. Pak, Anda bisa jadi komikus, bankir, dosen, sama akuntan juga dulunya sekolah kan? Dididik guru juga kan? Kok sekarang menghina guru. Malah menantang guru mana yang sakit hatinya bapak bilang gini. Seolah-olah kenakalan remaja, siswa banyak yang nggak lulus UNAS, sepenuhnya salah guru. Sepanjang perjalanan aku membatin dalam hati, tak membalas bercerita. Hanya menjawab seperlunya saat ditanya. Badanku yang panas karena flu, makin panas karena diajak berlogika tak jelas arah. Sayang caranya menghargai orang lain itu dengan cara tidak menghargai.
Sejenak terbesit pikiran, begitu mudahnya jalur pendidikanku ini untuk dikenali sehingga mudah dikritisi, mudah dikomentari, mudah di'----'. Coba orang itu nanya pada mahasiswa yang jurusannya lebih baru, apa orang itu juga tau, komentar juga kah? Terbukti, saat mbak-mbak di depanku ditanya, jurusan farmasi. Bagus. Dia nggak komentar. Bahkan dia bertanya,"Kalau jurusan Farmasi selain jadi apoteker jadi apa? Saya kurang tau". Subhanallah, seolah-olah orang itu sudah bisa menebak jalan hidupku, kelak bakalan jadi apa, tidak demikian pada orang lain. Yah, aku cuma mengangguk melihat pemandangan di luar jendela kereta. Sungguh salut sama orang itu, punya lima sahabat yang akrab sampek naik kereta aja lima tahun gratis nggak mbayar, kos juga nggak mbayar, sampai sekarang mengaku sukses jadi dosen di universitas swasta. Klimaksnya malu sungguh malu aku ditanya soal hobi. Aku jawab hobiku baca. Udah ditampik lagi kalau baca itu bukan hobi. Hobi itu yang menghasilkan prestasi, seperti basket, voli, sepak bola, dll. Katanya, aku sama saja tidak punya hobi sama sekali dan menurutnya itu adalah kesalahan terbesar karena aku gak punya hobi. Subhanallah. Pengen aku walk out dari kursi panas nomer 21A gerbong satu KA Rapih Doho. Aku mulai bernafas lega dan demam dibadanku serasa turun perlahan saat kakek itu tidur. Aku melihatnya tidur. Polos. Semangatnya sungguh berkobar di usia yang hampir mendekati 'bonus hidup'. Cara memotivasinya padat, pola pikirnya cadas, pandangan politiknya keras kurasakan saat aku sedang demam dan flu seperti ini.

Begitulah ceritanya pertemuan singkat dengan kakek-kakek yang sempat menunjukkan padaku kartu nama yang ada di dompetnya. Sehingga aku tau namanya dan untuk kebaikan semua pihak, nama kakek-kakek itu tidak aku sebarluaskan. Hohoho. Ok guys, setelah aku curhat panjang lebar di facebook. Ternyata banyak yang "like" dan komentar. Nah, salah satu komentar datang dari pembina KMD yang sempat berkenalan dengan aku pas di kegiatan KMD dulu. Beliau berkomentar,"ap yg d ceritakan mrpkn intropeksi kelak jdi guru..memang kita akui ada sebagian guru hanya sekedar mngajar bukan mendidik..Guru mulya krn mendidik dg hati bukan hx materi...smga guru2 termulyakan." Ternyata aku bisa lebih membuka pikiran dan lebih legowo mencerna "sesuatu" disaat aku sedang sakit flu seperti ini. "iya Pak, Nang. Tapi saya kurang setuju, Pak, sama beliaunya yang bilang banyak kenakalan remaja, siswa nggak lulus UNAS itu semuanya salah guru. Beliaunya itu seolah-olah mengkambinghitamkan guru ya, mencari-cari kesalahan pada siapa. Bolak-balik di ujung kalimat mesti disisipkan kata 'siapa yang salah kalo begini'. Bukannya kalau ada masalah harus saling instrospeksi, tidak asal cari 'siapa yang salah'. Ah, sungguh selayang pandang dibuang sayang, Pak. Ini saya jadikan pengalaman, maka dari itu saya sulap jadi status facebook", balasku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar