Hai
guys, untuk mengawali postingan mengenai blog "baru" bin
"darurat" ini, aku akan mem-post curhatanku yang sempet aku tulis di
facebook. Curhatan kali ini tentang unek-unek tentang orang yang sama sekali
nggak aku kenal tiba-tiba ngasih wejangan "panas" bak mencuci otak
aku yang pas banget kebetulan lagi didera flu. To the point aja deh, cekidot
>_<
Pulang
ke Kediri naik kereta tiba-tiba ada kakek-kakek duduk disampingku lalu
bercerita tentang pengalamannya yang sudah keliling Indonesia. Uhh, merasa
kecil diri diri ni bagai kerikil ditendang ke sungai bermuara ke laut nyangkut
di kutub dan membatu jadi es. Subhanallah. Terasa terhakimi di gerbong nomer
satu, bagaimana tidak, semua penumpang diam, dan kakek itu terus bercerita
dengan suaranya yang serak. Percakapan dimulai dari kritik pedas tentang
kuliahku. Dari sampai mengapa aku pilih jurusanku sekarang sampek menghina-hina
profesi guru. Sekarang orang sukses kadang lupa sama guru. Batinku. Pak, Anda
bisa jadi komikus, bankir, dosen, sama akuntan juga dulunya sekolah kan? Dididik
guru juga kan? Kok sekarang menghina guru. Malah menantang guru mana yang sakit
hatinya bapak bilang gini. Seolah-olah kenakalan remaja, siswa banyak yang
nggak lulus UNAS, sepenuhnya salah guru. Sepanjang perjalanan aku membatin
dalam hati, tak membalas bercerita. Hanya menjawab seperlunya saat ditanya.
Badanku yang panas karena flu, makin panas karena diajak berlogika tak jelas
arah. Sayang caranya menghargai orang lain itu dengan cara tidak menghargai.
Sejenak
terbesit pikiran, begitu mudahnya jalur pendidikanku ini untuk dikenali
sehingga mudah dikritisi, mudah dikomentari, mudah di'----'. Coba orang itu
nanya pada mahasiswa yang jurusannya lebih baru, apa orang itu juga tau,
komentar juga kah? Terbukti, saat mbak-mbak di depanku ditanya, jurusan farmasi.
Bagus. Dia nggak komentar. Bahkan dia bertanya,"Kalau jurusan Farmasi
selain jadi apoteker jadi apa? Saya kurang tau". Subhanallah, seolah-olah
orang itu sudah bisa menebak jalan hidupku, kelak bakalan jadi apa, tidak
demikian pada orang lain. Yah, aku cuma mengangguk melihat pemandangan di luar
jendela kereta. Sungguh salut sama orang itu, punya lima sahabat yang akrab
sampek naik kereta aja lima tahun gratis nggak mbayar, kos juga nggak mbayar,
sampai sekarang mengaku sukses jadi dosen di universitas swasta. Klimaksnya
malu sungguh malu aku ditanya soal hobi. Aku jawab hobiku baca. Udah ditampik
lagi kalau baca itu bukan hobi. Hobi itu yang menghasilkan prestasi, seperti
basket, voli, sepak bola, dll. Katanya, aku sama saja tidak punya hobi sama
sekali dan menurutnya itu adalah kesalahan terbesar karena aku gak punya hobi.
Subhanallah. Pengen aku walk out dari kursi panas nomer 21A gerbong satu KA
Rapih Doho. Aku mulai bernafas lega dan demam dibadanku serasa turun perlahan
saat kakek itu tidur. Aku melihatnya tidur. Polos. Semangatnya sungguh berkobar
di usia yang hampir mendekati 'bonus hidup'. Cara memotivasinya padat, pola
pikirnya cadas, pandangan politiknya keras kurasakan saat aku sedang demam dan
flu seperti ini.
Begitulah
ceritanya pertemuan singkat dengan kakek-kakek yang sempat menunjukkan padaku
kartu nama yang ada di dompetnya. Sehingga aku tau namanya dan untuk kebaikan
semua pihak, nama kakek-kakek itu tidak aku sebarluaskan. Hohoho. Ok guys,
setelah aku curhat panjang lebar di facebook. Ternyata banyak yang
"like" dan komentar. Nah, salah satu komentar datang dari pembina KMD
yang sempat berkenalan dengan aku pas di kegiatan KMD dulu. Beliau
berkomentar,"ap yg d ceritakan mrpkn intropeksi kelak jdi guru..memang
kita akui ada sebagian guru hanya sekedar mngajar bukan mendidik..Guru mulya
krn mendidik dg hati bukan hx materi...smga guru2 termulyakan." Ternyata
aku bisa lebih membuka pikiran dan lebih legowo mencerna "sesuatu"
disaat aku sedang sakit flu seperti ini. "iya Pak, Nang. Tapi saya kurang
setuju, Pak, sama beliaunya yang bilang banyak kenakalan remaja, siswa nggak
lulus UNAS itu semuanya salah guru. Beliaunya itu seolah-olah
mengkambinghitamkan guru ya, mencari-cari kesalahan pada siapa. Bolak-balik di
ujung kalimat mesti disisipkan kata 'siapa yang salah kalo begini'. Bukannya
kalau ada masalah harus saling instrospeksi, tidak asal cari 'siapa yang
salah'. Ah, sungguh selayang pandang dibuang sayang, Pak. Ini saya jadikan
pengalaman, maka dari itu saya sulap jadi status facebook", balasku.
Hai
guys, untuk mengawali postingan mengenai blog "baru" bin
"darurat" ini, aku akan mem-post curhatanku yang sempet aku tulis di
facebook. Curhatan kali ini tentang unek-unek tentang orang yang sama sekali
nggak aku kenal tiba-tiba ngasih wejangan "panas" bak mencuci otak
aku yang pas banget kebetulan lagi didera flu. To the point aja deh, cekidot
>_<
Pulang
ke Kediri naik kereta tiba-tiba ada kakek-kakek duduk disampingku lalu
bercerita tentang pengalamannya yang sudah keliling Indonesia. Uhh, merasa
kecil diri diri ni bagai kerikil ditendang ke sungai bermuara ke laut nyangkut
di kutub dan membatu jadi es. Subhanallah. Terasa terhakimi di gerbong nomer
satu, bagaimana tidak, semua penumpang diam, dan kakek itu terus bercerita
dengan suaranya yang serak. Percakapan dimulai dari kritik pedas tentang
kuliahku. Dari sampai mengapa aku pilih jurusanku sekarang sampek menghina-hina
profesi guru. Sekarang orang sukses kadang lupa sama guru. Batinku. Pak, Anda
bisa jadi komikus, bankir, dosen, sama akuntan juga dulunya sekolah kan? Dididik
guru juga kan? Kok sekarang menghina guru. Malah menantang guru mana yang sakit
hatinya bapak bilang gini. Seolah-olah kenakalan remaja, siswa banyak yang
nggak lulus UNAS, sepenuhnya salah guru. Sepanjang perjalanan aku membatin
dalam hati, tak membalas bercerita. Hanya menjawab seperlunya saat ditanya.
Badanku yang panas karena flu, makin panas karena diajak berlogika tak jelas
arah. Sayang caranya menghargai orang lain itu dengan cara tidak menghargai.
Sejenak
terbesit pikiran, begitu mudahnya jalur pendidikanku ini untuk dikenali
sehingga mudah dikritisi, mudah dikomentari, mudah di'----'. Coba orang itu
nanya pada mahasiswa yang jurusannya lebih baru, apa orang itu juga tau,
komentar juga kah? Terbukti, saat mbak-mbak di depanku ditanya, jurusan farmasi.
Bagus. Dia nggak komentar. Bahkan dia bertanya,"Kalau jurusan Farmasi
selain jadi apoteker jadi apa? Saya kurang tau". Subhanallah, seolah-olah
orang itu sudah bisa menebak jalan hidupku, kelak bakalan jadi apa, tidak
demikian pada orang lain. Yah, aku cuma mengangguk melihat pemandangan di luar
jendela kereta. Sungguh salut sama orang itu, punya lima sahabat yang akrab
sampek naik kereta aja lima tahun gratis nggak mbayar, kos juga nggak mbayar,
sampai sekarang mengaku sukses jadi dosen di universitas swasta. Klimaksnya
malu sungguh malu aku ditanya soal hobi. Aku jawab hobiku baca. Udah ditampik
lagi kalau baca itu bukan hobi. Hobi itu yang menghasilkan prestasi, seperti
basket, voli, sepak bola, dll. Katanya, aku sama saja tidak punya hobi sama
sekali dan menurutnya itu adalah kesalahan terbesar karena aku gak punya hobi.
Subhanallah. Pengen aku walk out dari kursi panas nomer 21A gerbong satu KA
Rapih Doho. Aku mulai bernafas lega dan demam dibadanku serasa turun perlahan
saat kakek itu tidur. Aku melihatnya tidur. Polos. Semangatnya sungguh berkobar
di usia yang hampir mendekati 'bonus hidup'. Cara memotivasinya padat, pola
pikirnya cadas, pandangan politiknya keras kurasakan saat aku sedang demam dan
flu seperti ini.
Begitulah
ceritanya pertemuan singkat dengan kakek-kakek yang sempat menunjukkan padaku
kartu nama yang ada di dompetnya. Sehingga aku tau namanya dan untuk kebaikan
semua pihak, nama kakek-kakek itu tidak aku sebarluaskan. Hohoho. Ok guys,
setelah aku curhat panjang lebar di facebook. Ternyata banyak yang
"like" dan komentar. Nah, salah satu komentar datang dari pembina KMD
yang sempat berkenalan dengan aku pas di kegiatan KMD dulu. Beliau
berkomentar,"ap yg d ceritakan mrpkn intropeksi kelak jdi guru..memang
kita akui ada sebagian guru hanya sekedar mngajar bukan mendidik..Guru mulya
krn mendidik dg hati bukan hx materi...smga guru2 termulyakan." Ternyata
aku bisa lebih membuka pikiran dan lebih legowo mencerna "sesuatu"
disaat aku sedang sakit flu seperti ini. "iya Pak, Nang. Tapi saya kurang
setuju, Pak, sama beliaunya yang bilang banyak kenakalan remaja, siswa nggak
lulus UNAS itu semuanya salah guru. Beliaunya itu seolah-olah
mengkambinghitamkan guru ya, mencari-cari kesalahan pada siapa. Bolak-balik di
ujung kalimat mesti disisipkan kata 'siapa yang salah kalo begini'. Bukannya
kalau ada masalah harus saling instrospeksi, tidak asal cari 'siapa yang
salah'. Ah, sungguh selayang pandang dibuang sayang, Pak. Ini saya jadikan
pengalaman, maka dari itu saya sulap jadi status facebook", balasku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar